WELCOME TO MY BLOG :)

Pribadi, Berita Unik, Cerita, Cinta, Inspiration

ENJOY at this blog !


Rabu, 20 Mei 2015

DUNIA KITA BERBEDA




Seandainya aku bisa mendeteksi kapan datangnya rasa cinta mungkin saja aku dapat mengendalikannya. Kini persahabatan hancur karena rasa itu, ya rasa cinta. Aku benar-benar tak mengerti karena kini dia memalingkan wajahnya daripadaku karena pernyataanku.
“Aku menyukaimu Re”, aku mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkannya. Aku sudah siap apapun yang akan terjadi, baik Rere akan menerima ataupun menolakku, namun ini bukan perkara diterima ataukah ditolak, aku hanya ingin jujur, itu saja. Semenjak saat itu, saat tiga kata terlontar dari mulutku, duniaku dan dunianya terasa sangat jauh. Padahal semenjak kami duduk di bangku SD kami selalu bersama-sama. Kini untuk menatapku saja dia enggan untuk melakukannya.
Hari demi hari aku lewati tanpa bersama Rere, dan Rere pun jadi jarang masuk sekolah belakangan ini. Wali kelas kami hanya memberitahukan bahwa Rere tidak masuk sekolah karena sakit, aku tak tahu jelas. Aku ingin sekali datang ke rumah Rere, namun mengingat kejadian hari itu aku mengurungkan niatku. Tentu saja Rere tidak akan mau bertemu denganku.
“Valdo, Renata pindah sekolah yah?” Sugi bertanya
“Ah, mana mungkin bro! Mustahil!” aku membalas
“Eh, tadi aku gak sengaja dengar kok, lagi dibicarain tuh di ruang guru.”
“Ah yang bener bro? Jangan bercanda dong”
“Gak percayaan amat sih! Serius bro!”
Disela-sela beradu argumen, wali kelas kami masuk ke dalam kelas, dan benar saja. Wali kelas membawa kabar bahwa orang tua Rere harus pindah dinas ke kota lain, dan Rere pun harus mengikuti orangtuanya. Mendengar kabar itu, aku merasa separuh jiwaku pergi. Sahabatku, orang yang paling ku sayang di dunia ini, pergi meninggalkanku tanpa sepatah kata pun. Tak ada pamitan. Rere benar-benar berubah. Apa karena tiga kata itu? Apa aku salah? Jujur itu salah? Benar-benar menyakitkan! Sahabat jadi cinta, aku harus menanggung resiko ini? Sangat berat! Tapi mau bagaimana lagi.
Tak terasa aku sudah menghabiskan enam gelas es cappuccino cincau pake WOW di kantin. Es cappuccino adalah minuman favorit aku dan Rere.
“Dodo, aku mau ke kantin. Temenin yah.”
“Iya princess aku temenin.”
Kami membeli dua gelas es cappuccino cincau pake WOW milik mba Popy.
“Es cappuccino cincau ini emang bener-bener WOW sesuai namanya! HaHaHa.. Iya kan Do?” kata Rere dengan gelak tawanya
“Iya Re, enak juga nih.” Aku berkomentar
Rere benar-benar seorang yang sangat ceria, aku bangga punya sahabat sepertinya.
“Woooyy Valdo!” Sugi mengagetkan
“Apasih kamu Gi.” aku tersadar dari lamunanku akan masa lalu bersama Rere.
“Melamun terus kamu bro.”
“Tidak kok bro”
“Aku udah panggil kamu daritadi, kamu tetap aja diam tanpa menoleh.”
Aku akui belakangan ini pikiranku selalu melayang mengingat kenangan-kenangan bersama Rere. Bagaimana tidak, setiap tempat di sekolah, tentu mempunyai kenangan bersamanya, tentu saja kemanapun aku pergi aku pasti akan mengingatnya.Rere benar-benar telah mengambil alih otakku.
 Sepulang sekolah aku menyempatkan diri ke taman bermain di Lovely Park, taman bermain ini merupakan taman yang bersejarah, disinilah aku mengenal Rere.
“Aduhhh,, sakitt…” kata seorang anak perempuan
“Hey kamu kenapa?” tanyaku
“Lutut aku perih, aku jatuh dari ayunan ini.”
“Sini aku lihat.” Kataku menawarkan
Aku mengambil saputanganku dan membersihkan lututnya yang terdapat luka.
“Nama kamu siapa?” tanyaku sembari membersihkan lututnya
“Aku Renata, panggil saja Rere. Kalau kamu?”
“Aku Valdo.”
“Aku panggil kamu Dodo aja yah.” Katanya sambil melemparkan senyumnya
“Terserah kamu deh, oh iya rumah kamu dimana?”
“Di kompleks Citraland.”
“Ayo ikut aku, aku akan mengantarmu”
Aku mengantar Rere pulang ke rumahnya dengan sepeda, orangtuanya nampak begitu khawatir, setelah Rere dan orangtuanya mengucapkan terimakasih, aku segera pulang.
Itulah hari pertama aku mengenalnya, dan sekarang adalah tanggal dan bulan yang sama saat pertama kali aku mengenalnya, aku ingat betul, 4 juli kisah kami dimulai.
Aku memberanikan diri untuk mengirimkan pesan singkat pada Rere
Re, aq kangen km.
Kpn qt main bareng lg d Lovely Park?
Aq KANGEN masa itu
Klik.. Send. . .
Lama aku menunggu tak kunjung ada balasan, aku mengirim pesan lagi.
Km marah ama aq?
Plis jgn diamin aq!
Masih sama, tidak ada respon. Walaupun pesanku terkirim, Rere tidak membalasnya. Aku tidak akan menyerah, aku mendatangi rumah Rere. Rumahnya begitu sepi, saat aku memencet bel rumah, pembantu mereka mbak Anti yang keluar rumah.
“Eh dek Dodo, udah lama gak main-main kesini mbak pangling liat kamunya.”
“HeHe.. Rerenya ada mbak?” tanyaku
“Wah, non Rere sama tuan dan nyonya udah ke bandara beberapa jam yang lalu dek.”
“Oh, Rere berangkat kemana yah mbak?”
“Mbak juga gak tahu jelas dek, mbak hanya tahu kalau kedua orang tua non Rere menemani non Rere berangkat untuk berobat gitulah.”
Oh, makasih infonya mbak. Permisi.”
Aku benar-benar merasa ada yang aneh. Katanya Rere pindah sekolah, tapi kok mbak Anti mengatakan Rere harus menjalani pengobatan. Rere sakit? Ah mustahil! Selama ini dia selalu baik-baik saja kok. Tapi mbak Anti tidak mungkin berbohong. “Ada apa denganmu sih Re?!” Rasanya kok susah sekali untuk meraih kamu.
Aku menelepon Rere tapi tak dijawab, bahkan hari ini pun nomor handphone Rere sudah tidak aktif. Rere benar-benar menghilang.
*************************************************************************
“Nak, udah dua hari kamu gak sekolah wali kelas kamu nanyain kamu ini loh.”
“Aku gak mau sekolah ma, penyemangatku udah gak ada !”
“Sayang, ada atau enggaknya Rere itu gak akan menentukan kesuksesan kamu. Ayo dong, kamu ke sekolah yah. Kamu lebih memilih Rere daripada mama kamu sendiri? Kamu buat mama kecewa sayang.”
Aku berlari memeluk mama dan membisikkan kata-kata ditelinganya.
“Maafkan aku yang ternyata egois, ma. Love you”
Mama mengusap kepalaku, dan keluar dari kamarku. Mama benar-benar memeperlakukanku seperti anak kecil, padahal aku kan sudah di kelas XI SMA sekarang.
Dua hari lagi aku akan berulang tahun yang ke-17. Dan ini akan menjadi ulang tahun bersejarah, yah bersejarah karena tanpa Rere. Orang bilang ulang tahun paling berkesan adalah di usia tersebut, itulah sebabnya disebut sweet-seventeen. Apakah benar? Bagaimana kalau aku wish agar Rere berada disampingku saat aku merayakannya. Betapa bahagianya aku saat itu. Yapp.. Aku mulai berandai-andai lagi.
“Good morning honey. Happy birthday.” Ucap mama sambil menghampiri ranjangku
Oh iya hari ini adalah hari ulang tahunku, aku 17 tahun sekarang.
“Thank you so much mama.” Balasku dan memeluk mama.
“Ayo bangun, bergegas untuk ke sekolah gih. Semoga harimu menyenangkan sayang.”
“I hope so.” Batinku
Di sekolah aku sudah disambut oleh teman-teman sekelasku, apalagi kalau bukan memberiku ucapan sekaligus menagih traktiran. Tanpa aku sadari, wali kelas kami masuk dan membawa kue ulang tahun untukku, dan yang membuatku kaget adalh Rere berjalan di belakang wali kelas kami. Aku menampar pipiku, sepertinya ini adalah mimpi. Dan awwww.. sakit. Ini bukan mimpi.
“Selamat ulang tahun Dodo. Best wishes for you” Kata Rere
“Make a wish Do.” Kata wali kelas
“Bahagia Rere adalah bahagiaku, aku ingin melihatnya bahagia Tuhan. Amin.” Batinku
Aku meniup lilin diiringi lagu yang dinyanyikan oleh teman-teman sekelasku. Setelah itu aku ingin memotong kue, tapi tiba-tiba Rere mencolek kue itu dan mencoreng mukaku dengan fla kue. Akupun membalasnya, pada akhirnya semua terkena fla kue. Wajah kami benar-benar kotor, bukan saja wajah, baju kamipun ikut kotor. Disela-sela kekacauan kami mengobrak-abrik kue, bukannya memakannya. Rere jatuh pingsan, kami semua panik dan segera membawanya ke rumah sakit.
Dalam perjalanan kami ke rumah sakit, benar-benar macet, aku semakin panik. “Bangun Re, bangun ! Jangan buat aku panik gini dong.”
Rere tersadar.
“Do, kamu baik  banget sih Do !”
“Sssttt.. Jangan banyak bicara, kamu masih lemah.”
“Enggak Do, aku ingin bicara banyak hal sama kamu. Kan udah lama kita gak sama-sama kayak gini.” Kata Rere terengah-engah
“Udah Re, jangan paksain diri kamu. Kamu pucat banget nih Re”
“Gak apa-apa Do, kenapa? Aku kayak setan gitu? Pucat pasi? Hehehe..” masih sempatnya Rere bercanda dalam keadaannya yang lemah.
“Biar pucat, tetap cantik kok Re.”
“Bohong kamu, Do”
“Jujur aku Re, sejak kapan sih aku bohongin kamu.”
“Iya aku tahu Do.” Suara Rere makin melemah.
“Aduh bro, kenapa macet gini sih ! Shit !” Aku sudah mulai kesal.
“Sabar bro, sabar!” kata Sugi menenangkan
Untung saja Sugi membawa mobilnya, sehingga kami membawa Rere menggunakan mobil Sugi.
Akhirnya kami tiba di Rumah Sakit. Rere dibwa ke UGD, pikiranku sudah tak menentu. Semoga tak terjadi apa-apa pada Rere.
Kedua orang tua Rere tiba di rumah sakit. Aku pun menanyakan, sebenarnya apa yang terjadi pada Rere.
“Om, Tante sebnenarnya Rere sakit apa?
“Rere sakit Leukimia, nak” kata Mamanya Rere menahan tangis.
“Apa? Leukimia?”
“Iya nak, Rere menyembunyikan sakitnya pada kami. Dia sudah lama mengidap penyakit ini. Dan juga kami terlalu sibuk dengan pekerjaan kami sehingga tidak pernah memperhatikannya dengan baik.” Ucap Papanya Rere
Aku benar-benar merasa lemas mendengar berita buruk tersebut. Rere yang ceria, sangat pintar menyembunyikan hal ini.
Dokter memanggil kedua orang tua Rere dan tampaknya membahas kondisi Rere, aku menatap Rere dari luar kaca jendela. Tak sadar airmata sudah menetes di pipiku.
Aku duduk di bangku panjang ditemani Sugi.
“Bro, Rere sakit Leukimia?”
Aku hanya menganggukkan kepala. Sugi teman sekelasku yang paling perhatian pada aku dan Rere. Dia benar-benar baik.
“Nak Valdo, kalau mau pulang boleh aja kok nak. Kamu pasti lelah.” Kata Mamanya Rere
“Hmm, Iya tante, tapi sebentar malam aku akan kesini lagi.” ucapku
“Oh iya nak, selamat ulang tahun yah.”
“Terima kasih tante.” Balasku dan segera pulang bersama Sugi
Mama dan Papa shock mendengar kabar bahwa Rere mengidap Leukimia. Memang aku saja sampai sekarang masih tak percaya.
“Kita sama-sama berdoa yah sayang, semoga Rere dipulihkan. Ada mujizat dari Tuhan” kata Papa
“Ayo kita berdoa bersama mengucap syukur atas usia kamu yang bertambah, dan juga berdoa untuk Rere” Mama menambah
Malam itu sebelum aku pergi ke rumah sakit, papa berdoa untukku dan juga untuk Rere. Suasana ulang tahunku kali ini memang berbeda, walau bersama Rere, tapi rasanya menerima kenyataan Rere sakit benar-benar menusuk hati.
“Rere udah siuman tante?” tanyaku
“Udah nak, kondisinya juga semakin baik.” Kata Mamanya Rere dengan senyum walaupun terdengar ada nada kekhawatiran
“Aku masuk ke kamarnya yah, tante.”
“Silahkan nak.”
Rere terbaring seperti itu aku merasa dadaku sesak, aku merasa tak bisa bernafas dengan baik. Aku tak suka melihat Rere lemah. Aku duduk di kursi dekat tempat tidurnya dengan pelan-pelan tanppa membunyikan suara apapun, takut kalau akan membangunkan Rere.
“Dodo.” Rere memanggil.
Aku kaget, Rere tahu aku ada di sampingnya padahal aku sudah berusaha agar dia tak terbangun. Namun, Rere tak kunjung membuka matanya. Sepertinya Rere mengigau namaku dalam tidurnya. Wah, betapa bangganya diriku. Dalam tidur pun Rere memanggil namaku. Setengah jam kemudian Rere terbangun.
“Dodo. Kamu kok disini? Kamu kan seharusnya merayakan ulang tahun kamu sama keluarga kamu.” Ucap Rere
“Tidak masalah, Re. Hal yang paling membahagiakan adalah bersama kamu di hari ulang tahunku.”
“Kamu ini bisa aja, Do.” Ucapnya pelan
“Rere kamu harus kuat yah, semangat !” Kataku member semangat
“Aku udah capek, Do. Capek banget.”
“Kamu kok ngomongnya kayak gitu sih?!”
“Lemah seperti ini, aku tersiksa, Do. Hikss” Rere berkata sambil terisak.
Aku mengusap airmatanya. “Jangan buat aku menderita melihatmu seperti ini, Re” batinku
Rere keras kepala, dia ingin di rawat di rumah saja. Pada akhirnya dia melakukan perawatan yang intensif di rumah. Orang tua Rere mengikuti semua permintaan Rere. Aku sepulang sekolah mampir ke rumah Rere untuk melihat keadaannya setiap hari.
“Do, aku kangen loh main di Lovely Park.” ucapnya
“Kalau kamu udah sembuh, kita main kesana yah.”
“Janji yah kamu.” Ucapnya senang sambil mengaitkan jari kelingking kami.
Keesokkannya aku menerima telepon dari Mamanya Rere, kondisi Rere mulai drop. Dengan segera, aku ke rumah Rere. Dokter memang sudah pasrah dengan keadaannya, Dokter berkata kita hanya butuh mujizat.
Aku menghampiri Rere yang sudah benar-benar lemas tak berdaya, dengan airmata yang sudah tak bisa dibendung.
“Rere.” Panggilku
“Dodo, sini Do” ucap Rere pelan semampunya
“Iya Re?”
“Genggam tanganku, Do !”
Aku menoleh melihat kedua orang tua Rere, kedua orang tuanya melihatku dan hanya menganggukkan kepala mereka. Aku meraih tangan Rere dan menggenggam jemarinya. Menghangatkan tangannya yang terasa begitu dingin.
“Do, maafkan aku sudah merahasiakan ini.”
“Aku maafin, kalau kamu sembuh!” kata itu begitu saja terlontar dari mulutku
“Kalau aku gak sembuh, kamu gak mau maafin aku?” tanyanya dengan nada sedih
“Aku maafin kamu, Re. Mana mungkin aku menaruh dendam padamu.”
“Kalau begitu, kamu juga mau maafin aku karena aku diam tak menjawab pertanyaanmu saat kamu bilang kamu menyukaiku?” Rere terisak
“Iya Re.” jawabku
“Dan maafin aku juga, Do. Sama halnya aku menyembunyikan penyakitku, aku juga menyembunyikan perasaanku. Aku sayang kamu, Do. Lebih dari sayang sekedar pada sahabat.”
Deggg.. Jantungku berdetak tak karuan. Aku shock.
“Serius kamu Re?”
“Iya, Do. Tapi maafkan aku Do, walau begitu sepertinya kita tak ditakdirkan bersama di dunia ini, mungkin di dunia lain.”
“Kamu ngomong apasih, Re? Jangan ngomong gitu ah !”
“Tolong berbahagialah demi aku. Buatlah yang terbaik di dunia ini. Mimpiku sepertinya terhenti sebelum aku menginjak usia ke-17, kamu harus sukses meraih mimpimu !” Rere berbicara terengah-engah
“Bahagiamu adalah bahagiaku, Re.” ucapku dengan volume yang besar
“Aku akan bahagia disana, Do. Di dunia yang berbeda denganmu”
“Aku sayang kamu, Re. Sayang banget.” Kataku sambil menggenggam erat kedua tangannya.
“Papa, Mama, Dodo. Thanks for everything. Aku mau tidur, aku capek.” Katanya dan memejamkan matanya
Beberapa menit kemudian, kami kehilangan Rere untuk selamanya. Dan sejak saat itu aku takut, sepertinya aku tak akan pernah jatuh cinta. Namun Rere pasti ingin melihatku bahagia. Maka aku akan meneruskan hidupku dan melakukan apapun sebaik mungkin. Untukmu Rere, dan untuk orang-orang yang ku sayangi lainnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar